Sumber
Terkait dari Ikhsan Novembrianto. F24103042 . Mempelajari Penerapan Total
Quality Management dalam Hubungan Kerja Sama antara PT Nestle Indonesia dengan
Penyalur Kemasan Guna Menjamin Kualitas Produk. Di bawah bimbingan : Prof. Dr.
Ir. Deddy Muchtadi, MS. dan Yvonne Handajani (2007)
Perusahaan bergantung pada bahan mentah, jasa,
komponen, mesin, distribusi, dan penyaluran dari banyak perusahaan atau
organisasi lain. Hubungan yang tidak baik dengan penyalur ini akan
mengakibatkan harga yang mahal, pengiriman yang tidak tepat waktu, dan kualitas
yang buruk (Holt, 1990). Tingkat kerja sama antara industri pangan dengan
penyalur kemasan akan mempengaruhi keputusan yang dibuat. Tantangan atau
masalah utama yang ditemui dari hubungan kerja sama tersebut adalah Short Time
Forecast. Penyalur Kemasan memproduksi kemasan minimal 12.000 m2 , dari awal
pencetakan silinder hingga pengepakan membutuhkan waktu 3 minggu. Pembuatan
kemasan tidak dapat dihentikan ketika produksi sudah berlangsung. Sehingga
dibutuhkan ketelitian dan kejelian dari pihak Nestlé Indonesia dalam
menganalisa permintaan pasar dan mengkorelasikan jumlah kemasan yang akan
dipesan. Namun sering terjadi fluktuasi permintaan dari pasar mengakibatkan
Short Time Forecast dari pihak PT Nestle Indonesia. Hal ini mengakibatkan
kemasan yang terlanjur dipesan menumpuk di gudang penyalur dan mengakibatkan
tambahan biaya penyimpanan barang. Disamping itu, sistem penerimaan di PT
Nestle Indonesia mengharuskan kemasan yang telah diterima harus diuji ulang
terlebih dahulu. Pengujian ulang tersebut memerlukan waktu, biaya, dan tempat.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penerapan Total Quality Management
(TQM) dalam kerja sama antara PT Nestlé Indonesia dengan penyalur kemasan dan
menelusuri sistem yang menjamin kualitas produk dan secara khusus penelitian
ini bertujuan mencari solusi dari permasalahan tantangan yang timbul dari
hubungan kerja sama tersebut. Metodologi yang digunakan, yaitu : (1) melakukan
penelusuran TQM berdasarkan yang dikemukakan oleh Monks (1995), (2) penelusuran
komitmen dan keterlibatan manajemen berdasarkan Oakland (1993), (3) penelusuran
kebijakan perusahaan berdasarkan Oakland (1993), (4) penentuan tingkat kerja
sama berdasarkan Oakland (1993), (5) penentuan konsep kerja sama berdasarkan
Goetsch dan Davis (1997), dan (6) optimalisasi Supplier Quality Assurance.
Penerapan sistem kualitas di PT Nestle Indonesia sudah memenuhi persyaratan
yang dikemukakan oleh Monks (1995). Sistem kualitas yang diterapkan tersebut
merupakan sistem berbasis proses yang juga memenuhi syarat yang ditentukan oleh
ISO 9001 : 2000 walaupun secara umum perusahaan ini belum tersertifikasi.
Terdapatnya kebijakan perusahaan dan komitmen perusahaan dalam pengaturan
penyalur memenuhi syarat penting yang dikemukakan oleh Oakland (1993). PT
Nestle Indonesia sudah melakukan hubungan kerja sama dengan Penyalur Kemasan
sejak tahun 1996. Kinerja penyalur diukur dengan menggunakan Key Performance
Indicator (KPI), sejauh ini Penyalur Kemasan tersebut memiliki rata – rata
keseluruhan KPI diatas 95 %. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan waktu,
kesesuaian jumlah barang pesanan, serta kesesuaian kualitas barang yang
diberikan oleh penyalur tersebut sangat baik. PT Nestle Indonesia
mengkategorikan penyalur ini kedalam High Confidence Level Supplier. Jenis
tingkatan yang diberikan oleh PT Nestle Indonesia kepada Penyalur Kemasan
tersebut berdasarkan Oakland (1993) adalah full approval. Hubungan kerja sama
yang terjalin termasuk ke dalam Contemporary Relations : Supplier – Customer
Chain .Hubungan tersebut menunjukkan bahwa tidak ada halangan dalam
berkomunikasi antar dua pihak yang terkait. Fluktuasi jumlah kemasan dalam
penyimpanan akibat dari Short Time Forecast dari pihak PT Nestle Indonesia
dapat diatasi dengan pengoptimalan pengontrolan kualitas. Pengikutsertaan
Penyalur Kemasan dalam pembuatan spesifikasi akan lebih memudahkan Penyalur
Kemasan dalam memahami kriteria penting yang akan dicantumkan dalam sertifikat
analisis. Sertifikat analisis tersebut akan dijadikan garansi pada saat penerimaan
awal barang, sehingga bahan kemasan bisa segera digunakan dan mengurangi
penumpukkan barang di gudang. Diperlukan sistem yang lebih terintegritas dan
terperinci sehingga jika spesifikasi kemasan diubah sewaktu – waktu akan
terdapat penjelasan lanjut seperti mengenai perlu tidaknya persetujuan,
pengujian ulang, ataupun pembuatan kontrak baru. Selain hal diatas, dibutuhkan
pula penelitian lebih lanjut dari sisi ilmu yang berbeda untuk meningkatkan
hubungan kerja sama tersebut ke arah yang lebih tinggi, misalnya dari sisi ilmu
engineering atau mekanika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar